Kamis, 14 Juli 2011

Tahajud Setelah Tarawih, Boleh kah? (dilema solat witir di bulan ramadhan)


 
sebelumnya kami akan latar belakang artikel ini ditulis atau di upload yaitu ketidak tahuan kami mengenai hubungan antara solat tarawih,witir dan tahajud, disebuah acara talkshow sebuah radio kami mendengar sebuah ceramah tentang solat witir di bulan ramadahn jika masih ingin solat tahajud pada malam harinya, disitu dijelaskan jika solat witir adalah solat penutup, (sebelumnya kami biasa melaksanakan tarawih dan witir lalu pada malam harinya kami tahajud) setelah kami cari referensi kami temukan beberapa petunjuk dalam artikel dibawah dan jika dalam artikel ini ada kesalahan kami mohon koreksinya, demi kebaikan bersama, terimakasih!

Assalamu `alaikum Wr. Wb.
Al-Hamdulillahi Rabbil `Alamin, Washshalatu Wassalamu `Alaa Sayyidil
Mursalin, Wa `Alaa `Aalihi Waashabihi Ajma`in, Wa Ba`d
 
Ramadhan adalah bulan ibadah, semakin banyak amal ibadah yang kita
lakukan maka semakin besar yang dapat kita raih. Termasuk juga shalat
tahajjud di malam hari. Kalau dipahami bahwa sholat malam Rasulullah
SAW hanya 11 rakaat saja dan tidak boleh lebih dari itu, maka berarti
tidak boleh / tidak syah bila mengerjakan shalat tahajud di malam
hari. Karena umumnya kita menjalankan shalat tarawih itu selepas
shalat isya`.
 
Memang ada kalangan yang berpendapat bahwa shalat malam itu maksimal
hanya boleh dikerjakan 11 rakaat, berdasarkan hadits yang menyebutkan
bahwa shalat malamnya Rasulullah SAW hanya 11 rakaat saja baik di
dalam ramadhan maupun di luar ramadhan.
 
Dari Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW tidak pernah menambah di dalam
ramadhan dan di luar Ramadhan dari 11 rakaat. (HR. Al-Bukhari)
 
Tentu saja pemahaman ini tidak bisa disetujui oleh semua pihak. Karena
dengan demikian, tidak ada lagi kesempatan untuk melakukan shalat
sunah yang pahalanya akan berlipat ganda di bulan ramadhan. Lagi pula
meski hadits di atas shahih, namun tidak disebutkan tentang shalat
tarawih secara khusus. Sehingga sebagian ulama mengatakan bahwa yang
dimaksud dengan tidak menambahi lagi dari 11 rakaat adalah bilangan
shalat malam atau yang dikenal dengan tahajjud di luar tarawih.
 
Karena kalau boleh merujuk kepada praktek shalat tarawih pada shahabat
dan telah menjadi ijma' di kalangan mereka, ternyata mereka shalat
tarawih dengan 23 rakaat. Sehingga terjadi ta'arudh (pertentangan)
antara isi riwayat hadits yang mengatakan bahwa shalat malam
Rasulullah SAW hanya 11 rakaat baik di bulan ramadhan mapun di luar
ramadhan dengan praktek para shahabat.
 
Karena para shahabat di masa Umar bin Al-Khattab telah bersepakat
(ijma') untuk melakukan shalat tarawih sebanyak 23 rakaat sekalian
dengan witirnya. Memang benar bahwa hadits yang menyebutkan bahwa
Rasulullah SAW shalat tarawih 20 rakaat adalah hadits dhaif
sebagaimana yang disebutkan oleh Ibnu Hajar Al-Haitsami. Namun juga
tidak didapat keterangan yang menetapkan secara eksplisit bahwa
Rasulullah SAW shalat tarawih hanya sebanyak 11 rakaat. Yang
disebutkan adalah shalat malam dan bukan shalat tarawihnya.
 
Oleh para ulama hadits (muhadditsin), hadits-hadits yang menyebutkan
jumlah bilangan shalat tarawih Rasulullah SAW semuanya dha'if. Imam
As-Suyuthi mengatakan bahwa tidak ada satu keterangan pun yang secara
shahih sampai kepada kita tentang jumlah bilangan rakaat tarawihnya
Rasulullah SAW. Yang ada hanya keterangan bahwa Rasulullah SAW shalat
tarawih di masjid selama tiga hari lalu pada hari keempatnya beliau
tidak datang lagi karena takut akan diwajibkan.
 
Sedangkan melakukan shalat tarawih sebanyak 23 rakaat di masa Umar
adalah ijma' para shahabat. Tidak ada seorang pun shahabat Rasulullah
SAW yang menolaknya sehingga bisa dikatakan bahwa jumlah rakaat yang
23 itu merupakan ijma` shahabat. Seperti yang diungkapkan oleh Al-Kasani.
 
Ad-Dusuqi dan teman-temannya juga mengatakan bahwa tarawih 23 rakaat
itu adalah amalan para shahabat dan tabi'in. Ibnul 'Abidin 
mengatakan
bahwa tarawih 23 rakaat itulah yang dilakukan orang-orang baik di
timur maupun di barat. Ali As-Sanhuri mengatakan bahwa tarawih 23
rakaat itulah yang dilakukan oleh manusia dan berlangsung terus
sedemikian rupa hingga zaman kita ini di semua pelosok.
 
Sedangkan Al-Hanabilah mengatakan bahwa apa yang dilakukan oleh para
shahabat bahwa tarawih itu 23 rakaat merupakan hal yang terjadi di
depan semua shahabat Rasulullah SAW sehingga bisa dikatakan bahwa hal
itu merupakan ijma' mereka dan nash tentang itu cukup banyak.
 
Dengan adanya kepastian riwayat tentang jumlah rakaat tarawih yang
dilakukan oleh semua shahabat, maka jumhur ulama baik dari kalangan
Al-Hanafiyah, sebagian Al-Malikiyah, Asy-Syafi'iyah dan Al-Hanabilah
sepakat mengatkan bahwa rakaat tarawih itu 23 rakaat.
 
Namun memang ada juga yang mengatakan bahwa praktek shalat tarawih di
masa Umar itu bukan 23 rakaat tapi 11 rakaat. Pendapat itu berdasarkan
salah satu hadits riwayat dari Al-Imam Malik, namun pada hadits
lainnya Al-Imam Malik juga meriwayatkan hadits yang menyebutkan bahwa
shalat tarawih di masa para shahabat itu 23 rakaat.
 
Hadits yang 11 rakaat :
Dari Malik dari As-Saib bin Yazid berkata,'Umar memerintahkan kepada
Ubay bin Kaab dan Tamim Ad-Dary untuk mengimami orang-orang shalat
tarawih dengan 11 rakaat. Terkadang imam membaca ratusan ayat sehingga
kami bertekan pada tongkat saking lamanya. Kami tidak selesai dari
shalat itu kecuali menjelang fajar.
 
Hadits yang 23 rakaat :
Dari Malik dari Yazid bin Ruman bahwa dia berkata,'Orang-orang shalat
tarawih pada masa Umar di bulan Ramadhan 23 rakaat.
 
Al-Baihaqi dan Al-Baji berkata, maksudnya adalah 20 rakaat dan 3
rakaat untuk witirnya. Dan hadits yang diriwayatkan oleh Al-Baihaqi
dari rawi yang sama yang diriwayatkan oleh Al-Imam Malik yaitu As-Saib
bin Yazid yang isinya menyebutkan 11 rakaat, justru menyebutkan 23
rakaat kalau dalam riwayat Al-Baihaqi. Bunyinya sama yaitu :
 
Dari As-Saib bin Yazid bahwa dia berkata,�Orang-orang shalat tarawih
pada masa Umar di bulan Ramadhan 23 rakaat.
 
Namun kalangan yang mempertahankan bahwa shalat tarawih juga punya
hujjah bahwa meski hampir semua riwayat menunjukkan bahwa para
shahabat melakukan shalat tarawih 23 rakaat, namun tidak bisa
dijadikan rujukan. Karena satu-satunya yang bisa dijadikan rujukan
dalam masalah ibadah adalah apa yang dipraktekkan oleh Rasulullah SAW
sendiri. Dan meski tidak disebutkan sebagai shalat tarawih yang
dimaksud, namun riwayat yang menyebutkan bahwa Rasulullah SAW
melakukan shalat malam 11 rakaat baik pada Ramadhan maupun di luar
Ramadhan itu adalah riwayat yang shahih. Bahkan dalam hadits itu
Aisyah mengatakan bahwa tidak pernah lebih dari 11 rakaat.
 
Sedangkan hujjah dari yang tidak mengharuskan 11 rakaat adalah bahwa
jelas-jelas para shahabat Rasulullah SAW melakukan tarawih 23 rakaat.
Artinya, mereka tidak membatasi hanya 11 rakaat saja bahian lebih dari
batasan itu. Sedangkan argumen bahwa yang harus diikuti adalah praktek
langsung Rasulullah SAW, Al-Imam Abu Hanifah menjawab :
�Shalat tarawih itu sunnah mu'akkadah. Dan tidak mungkin Umar bin
al-Khattab mengarang sendiri tentang bilangan rakaatnya yang 23 rakaat
itu. Beliau bukanlah seorang yang melakukan bid'ah serta tidak mungkin
memerintah sesuatu kecuali ada dasar dari Rasulullah SAW.'
 
Jadi menurut beliau, meski tidak ada hadits yang shahih yang
menyebutkan jumlah bilangan shalat tarawih yang dilakukan oleh
Rasulullah SAW, namun dari praktek para shahabat dan ijma' mereka
serta tidak ada satupun penolakan dari mereka atas amaliyah 23 rakaat
itu, maka hal itu menunjukkan bahwa Rasulullah SAW dahulu melakukannya
sebanyak 23 rakaat.
 
Bahkan penduduk Madinah di masa lalu pernah mengerjakan shalat tarawih
lebih dari 23 rakat. Yaitu mereka mengerjakan 36 rakaat terutama di
masa Umat Bin Abdul Aziz. Namun para ulama mengatakan bahwa 36 rakaat
itu hanya berlaku buat penduduk Madinah saja karena mereka punya hak
bermunafasah (bersaing) dengan penduduk Mekaah. Karena penduduk Mekkah
menambah shalat mereka yang 23 rakaat dengan tawaf sehingga pahalanya
lebih banyak. Untuk itu, khusus bagi penduduk Madinah, agar bisa
menyaingi pahala orang Mekkah, mereka menammbah bilangan rakaat
menjadi 36. Tapi ini hanya berlaku untuk Medinah saja.
 
Kesimpulan :
Umumnya para ulama membolehkan dan menganjurkan untuk melakukan
qiyamulaih atau tahjjuud di malam bulan ramadhan. Dan pembatasan 11
rakaat sebagaimana hadits Aisyah bisa dipakai sebagai dalil dari
shalat tahajjud itu, bukan dalil untuk bilangan shalat tarawih. Dan
tidak menghalangi untuk dilakukan shalat tarawih sebelumnya baik 11
atau 23 raakaat, lalu tidur dan bangun di tengah malam untuk melakukan
tahajjud sebanyak 11 rakaat. Meski tidak bisa dijadikan dalil, tapi
sebagai contoh praktis adalah apa yang sekarang ini dilakukan di dua
masjid haram, Mekkah dan Madinah. Dimana mereka melaksanakan shalat
tarawih 20 rakaat selepas shalat Isya`, lalu di 10 hari terakhir
mereka melakukan qiyamullail di tengah malam sebanyak 11 rakaat.
Jangan ditanya lamanya karena baik tarawaih dan qiyamullail yang
dilaksanakan sama-sama lama dan panjang. Isya` dan Tarawih 20 rakaat
itu biasanya dari sekitar pukul 20.30 hingga 23.00 dan qiyamullail
plus witir yang 11 rakaat dari sekitar pukul 01.00 s/d 03.30. Lumayan
pegel dan capek, tapi nikmat dan berkualitas.

Shalat tarawih punya dalil tersendiri.
Dari Aisyah Ra. sesungguhnya Rasulullah SAW pada suatu malam pernah melaksankan sholat kemudian orang-orang sholat dengan sholatnya tersebut, kemudian beliau sholat pada malam selanjutnya dan orang-orang yang mengikutinya tambah banyak kemudian mereka berkumpul pada malam ke tiga atau keempat dan Rasulullah SAW tidak keluar untuk sholat bersama mereka. Dan di pagi harinya Rasulullah SAW berkata, “Aku telah melihat apa yang telah kalian lakukan dan tidak ada yang menghalangiku untuk keluar (sholat) bersama kalian kecuali bahwasanya akau khawati bahwa sholat tersebut akan difardukan.” Rawi hadis berkata, "Hal tersebut terjadi di bulan Ramadhan.” (HR Bukhori 923 dan Muslim 761)
Dahulu Rasulullah SAW pernah melakukannya di masjid bersama dengan beberapa shahabat. Namun pada malam berikutnya, jumlah mereka menjadi bertambah banyak. Dan semakin bertambah lagi pada malam berikutnya.
Sehingga kemudian Rasulullah SAW memutuskan untuk tidak melakukannya di masjid bersama para shahabat. Alasan yang dikemukakan saat itu adalah takut shalat tarawih itu diwajibkan. Karena itu kemudian mereka shalat sendiri-sendiri.
Hingga datang masa kekhalifahan Umar bin Khattab yang menghidupkan lagi sunnah Nabi tersebut seraya mengomentari, ”Ini adalah sebaik-baik bid‘ah”. Maksudnya bid‘ah secara bahasa yatiu sesuai yang tadinya tidak ada lalu diadakan kembali.
Semenjak itu, umat Islam hingga hari ini melakukan shalat yang dikenal dengan sebutan shalat tarawih secara berjamaah di masjid pada malam Ramadhan.
Adapun tahajjud atau qiamullail, adalah shalat yang biasa dilakukan Rasulullah SAW baik di malam Ramadhan atau di luar Ramadhan. Dan shalat itu bukan shalat tarawih itu sendiri. Maka dapat disimpulkan bahwa pada malam Ramadhan, Rasulullah SAW shalat tarawih di awal malam ba‘da isya‘ lalu tidur dan pada akhir malam beliau melakukan shalat tahajjud hingga sahur.
Nampaknya hal itu pula yang hingga kini dilakukan oleh sebagian umat Islam di berbagai belahan dunia.
tapi pada akhirnya hanya ALLAH yang tahu kebenarannya, jadi mintalah petunjuk kepada yang maha esa... dan tetap dalam jama'ah

Wallahu a'lam bishshawab, 
semoga bermanfaat dan kepada pelulis link2 ini kami sampaikan terimakasih semoga mendapat balasan yang lebih baik.......amiin

wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh





Tidak ada komentar:

Posting Komentar